wisata jabodetabek, 30 mei 2015
kita belum mandi dan gosok gigi…
kita sudah di air…
dengan segelas kopi
memandang lautan… lepas…
-anak pantai – imanez-
Desa sawarna, desa wisata tersembunyi yang ternyata waaaahh. Cocok banget untuk liburan musim panas. Ada banyak tujuan di desa ini bertema hutan, goa dan pantai. Tapi karena jatah libur yang terbatas, ditambah uang di dompet cuma 150ribu, itupun ngumpulin selama 3 bulan (curhat mode on), tapi tetep maksa ke sawarna, jadilah… puas²in main di pantai ciantir (pasir putih) dan pantai tanjung layar.
Kumpulin 8 orang dengan dompet yang sama, jadi banyak juga kan uangnya yeee… cukuplah untuk sewa mobil, pertamax, tol, retribusi jalan, parkir, makan, jajan, foto²… ngga pakai nginep tapi yaaaah seneng ajalah pokoknya.
Mobil diparkir, langsung jalan kaki menyeberangi sungai, jembatannya goyang-goyang hohoho. Selamat datang di wisata pantai desa sawarnaaa. Yang mau belanja silahkan belanja dulu, di dekat jembatan ada indomaret, praktis. Eh iya, hati-hati menyeberang jembatannya yaa, sebisa mungkin jangan pegangan sama kawat jembatan karena banyak yang sudah berkarat.
Di seberang sungai barulah kita membayar tiket masuk 5ribu / orang. idiiiiihh murah amat… tiketnya jangan sampai hilang yaaa terutama bagi yang menginap, siapa tau mau bolak-balik ke depan jadi tidak perlu bayar lagi. Di sebelah pos tiket ada parkiran khusus roda dua, motor bisa dititip di sini atau bisa dibawa juga sampai ke pantai atau penginapan.
Tujuan pertama kita adalah pantai ciantir atau sekarang sudah diganti namanya menjadi pantai pasir putih, kita berjalan kaki kurang lebih 400meter menuju ke sana melalui rumah² penduduk yang tertata rapih, sebagian besar sudah disulap menjadi penginapan dengan aneka variasi pilihan. Ada yang murah, agak mahal, AC non AC, + makan, tembok, bilik bambu, ada parkiran motor, dll, tinggal dipilih sesuai kebutuhan dan budgetnya. Yang mau menginap tapi tak ada budget bisa juga membawa tenda atau menginap di saung pinggir pantai, gratis.
Ciantir
Kayanya baru beberapa langkah kok tau-tau sudah sampai pantai ya? hihihi ngga terasa jalan kakinya. Menjelang masuk ke pantai, ada beberapa kios cinderamata, yang ngga bawa celana untuk berenang atau kaos untuk ganti bisa beli di sini, kain-kainan, topi dan daster juga banyak.
Hmmm… pilih saung untuk tidur-tiduran dulu yaaa… sekalian es kelapanya kakaa… nyesssss. Di pantai ciantir ini terdapat puluhan warung makanan, masing-masing warung umumnya memiliki 2 saung ukuran 2,5x3m, tempat duduk & meja untuk berjemur, dan juga kamar mandi.
Warung² di sini semuanya berbaris rapih kurang lebih 40m dari bibir pantai, padahal di sini ngga ada satpol PP nya looohhh. Jadinya pantainya benar² luaaaassss, dan bersiiiiiiiihhh tentunya. Mau jungkir balik, lari-lari, main voley, bisa.
Saung gratis, kamar mandi 4ribu, makanan dan minuman termasuk murah meriah.
Panjang pesisir pantai pasir putih ini kira² 1000m lebih, sejauh mata memandang… pasir. Bila kita memandang ke arah kanan, ada sebuah pulau kecil terpisah di ujungnya, pecahan ombak yang terkena angin terlihat seperti kabut di kejauhan. Duduklah di tengah, agak mendekat ke air, rasakan suara gemuruh ombaknya, seperti suara geluduk sebelum hujan, suaranya menggetarkan jantung. Ombak di pantai ini rata-rata 4-5m tingginya, dan menggulung-gulung, yang suka berselancar pasti suka deh. Tapi yang kurang jago berenang jangan berenang yaaa…
Berjalan, bercanda-canda, berlari menyusuri pantai, ciprat-cipratan, gimbalin rambut, puaaaaassss. Pasir keringnya terasa sangat panas di kaki, jadi kalau mau lari-larian pilih pasirnya yang dekat air aja supaya ngga kepanasan.
Ada beberapa orang di sawarna dengan pakaian seperti ini, pengen tebak-tebak tapi lupa apa yaaa namanya, dan ternyata benar, bapak ini jalan kaki dari baduy dalam. Awalnya bapak ini hanya duduk-duduk saja dan sekali-sekali berdiri, mendekat malu-malu tanpa berbicara apapun. Setelah ditanya dan diajak senyum barulah dia mengeluarkan botol berisi madu hutan dari tas rajutnya. Bahasanya santun dengan nada pelan dan lembut, tapi tetep aku ngga ngertiiii haha, tapi kalau tawar-tawaran harga ngerti laah. Di akhir tawar²an dia tanya “Arek?” apa paak? “Arek?” eh eh arek apaan? arek itu maksudnya jadi kali ya? yaudah arek pak arek… hehe. Ternyata arek itu artinya mau. Kalau ketemu sama bapak ini dibeli yaaa madunya.
*sedih banget… kangen ditinggal istri jadi TKW ke luar negeri ngga balik². wkwkwk
Setelah zuhur dan makan siang, lanjut jalan kaki kurang lebih 800m menuju batu layar. Jalan kakinya ada dua pilihan, bisa melalui jalur pejalan kaki / motor, bisa juga menyusuri pantai. Tapi menurut bapak yang menjaga mushola lebih enak lewat pantai, dan benar saja banyak yang bisa dilihat dan dinikmati.
Ada air laut yang terjebak membentuk kolam-kolam kecil, di situ ada beberapa orang yang mencari ikan dan kelomang, ada perahu nelayan, ada ayunan waaahh pas banget untuk lihat sunset nanti sore, hmmm seandainya sampai sore… uummmhhh.
Tanjung Layar
Taraaaa… ini dia icon wisata sawarna. Belum ke sawarna namanya kalau belum ke tanjung layar ini. hhohho. iiiiihhh apa banget siiiihhh… sampai sini kok langsung pada misah-misah gitu… pada sibuk foto-foto masing-masing heu heu. Itu siapa ya yang taro batu segede gitu di situ? haha. ada 2 batu besar, yang satu agak ramping dan melengkung mirip layar bila dilihat dari sisi samping. Batu ini dilarang dipanjat, berbahaya. Dari jauh ada pengawas yang akan membunyikan peluit bila ketauan ada yang naik-naik. Sebelum melakukan hal-hal yang gila, ingatlah mereka yang pastinya sedih bila terjadi sesuatu pada kita, terutama keluarga. Be careful and be wise… always.
Untuk sampai ke batu itu kita harus menyeberangi air laut tenang setinggi lutut. Pelan-pelan ya… batu-batunya agak licin, hati-hati juga melangkah karena ada beberapa bulu babi yang lucuuu, terlihat jelas karena airnya jernih. Ada saat pasang dan ada saat surutnya, bila air mencapai setinggi pinggang sebaiknya buang jauh-jauh keinginan menyeberang ke batu layar, karena airnya mengalir, dan bisa membawa kita ke laut.
Di belakang batu layar ada karang memanjang yang lumayan tinggi. Karang inilah yang menahan ombak besar dari laut sehingga tidak menyentuh batu layar. Coba aja lihat, sewaktu ombaknya menghajar karang, keren kaaaaannn?? Tapi jangan mendekat ke sana yaa… cukup dinikmati dari jauh aja. Pemandangan karang seperti ini ada yang lebih wah lagi di wisata sawarna ini, yaitu di Karang Teraje.
Hari menjelang sore, saatnya kita kembali untuk mandi bilasan di pantai Ciantir sebelum pulang. Semakin sore pantai ini malah semakin ramai, ombaknya semakin tinggi namun suara deburnya sudah tidak terlalu bergemuruh, mungkin karena bercampur dengan riuhnya pengunjung dan juga knalpot motor anak-anak touring.
Saat kita berpamitan untuk pulang ke jakarta, ibu Icah bilang
kok ke sawarna ngga pakai nginep? kan belum ke goa lalay, legon pari, karang teraje, karang beureum… kalau cuma pantai aja mah di pelabuhan ratu atau ancol kan ada.
Hmmm… seandainya si ibu tau bedanya suasana pantai di sini dengan pantai di tempat lain, pastinya dia akan sangat-sangat bersyukur tinggal di sawarna. Uuuuwwwhhh sawarna, we’ll miss u so much mmmmmuuuuaacchhh.
yang kasih komentar terakhir…